27 Desember 2008

Istiqamahlah...!

Dari Abi Amr, Amrah bin Sufyan bin Abdullah ra. ia berkata, "Saya telah berkata kepada Rasulullah SAW... "Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku dalam Islam suatu perkataan yang saya tidak akan bertanya tentang itu kepada orang lain selain Anda." Maka Rasulullah SAW bersabda, "Qul...! Aamantu billaahi tsummastaqim... Katakanlah, aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah!" (HR. Muslim).

Sebagai catatan akhir di bulan Ramadhan, hadits ini penting sekali direnungkan. Karena memasuki hari-hari Syawal dan selanjutnya, nuansanya lain. Suasana dan nilai rasa "pengaruh" ibadah tidak lagi seindah di bulan Ramadhan yang begitu kompak dan serempak. Nah keadaan semacam ini harus kita sikapi dengan tepat yaitu dengan menjaga istiqamah.

Istiqamah atau konsisten artinya tetap berpegang-teguh dalam ketaatan dan senantiasa menjauhi yang dilarang. Bisa juga bermakna berpegang-teguh kepada agama secara kuat, berjalan di atasnya sesuai petunjuk Allah dengan menunaikan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangannya. Termasuk dalam sikap istiqamah juga menjaga amal-amal shalih yang sudah dikerjakan untuk terus-menerus dikerjakan bahkan ditingkatkan, hingga akhir hayat dalam keadaan husnul khatimah.

"Sesungguhnya Allah mencintai amal seseorang yang dikerjakan terus-menerus meskipun itu (amal) yang kecil".

Allah berfirman,
"Maka beristiqamahlah sebagaimana engkau diperintahkan dan orang yang bertaubat bersamamu" (Hud: 112).

Dan firman Allah,
"Sesungguhnya orang-orang yang berkata, "Tuhan kami adalah Allah" kemudian beristiqamah, maka turunlah kepada mereka malaikat-malaikat" (Fushshilat: 30).

Dan mereka -orang yang istiqamah- akan senantiasa gembira karena mendapat kabar gembira dari malaikat.
"Janganlah kalian takut dan janganlah kalian resah dan bergembiralah dengan syrga yang dijanjikan kepada kalian" (Fushshilat: 30).

Unsur-Unsur Istiqamah

Orang muslim mestinya menjaga sikap istiqamah dalam segala hal. Sebagaimana Rasulullah SAW,
"Laa yastaqim iimaanu 'abdin hattaa yastaqim quluubahu, walaa yastaqim quluubahu hattaa yastaqim lisaanahu".

"Tidak akan lurus iman seseorang sebelum lurus hatinya, dan tidak akan lurus hati seseorang sebelum lurus lisannya".

1. Istiqamah Iman

Seorang mukmin harus selalu menjaga imannya agar tidak terjerumus dalam kekufuran atau kemurtadan (Ali Imran: 100-102; Al-Maidah: 54). Untuk itu ia harus menjaga komitmennya terhadap ajaran Islam dan selalu memeliharanya. Caranya adalah dengan melaksanakan Islam sepanjang kehidupannya. Karena hidayah iman Islam itu bisa saja hilang dari tubuh mukmin manakala tidak dijaga dengan baik. Maka tepat bila Imam Al-Ghazali menulis buku "Bidayatul Hidayah", cara merawat hidayah yakni dengan selalu menunaikan ibadah secara utuh dan menyeluruh sepanjang hayat. Sebagai renungan mendalam dari sabda Rasul bahwa seseorang bisa masuk surga atau neraka, tergantung titik akhir kehidupannya. "Demi Allah. Yang tiada Ilah selain Dia, sesungguhnya diantara kalian ada yang beramal dengan amalan ahli surga sehingga jarak antara dia dan surga tinggal sejengkal, maka tiba-tiba ketentuan jatuh kepadanya sehingga ia melakukan amalan ahli neraka, maka ia menjadi ahli neraka. Dan sungguh ada seorang diantara kalian beramal dengan amalan ahli neraka, hingga jarak dia dengan neraka tinggal sejengkal, tapi kemudian dia beramal dengan amalan ahli surga, maka surgalah tempat ia kembalinya" (HR Bukhari dan Muslim).

Nah, karena kematian adalah sesuatu yang pasti, maka kita harus menyongsongnya dengan bekal amal shalih sebanyak-banyaknya. Selain itu kematian adalah ghaib, yakni sesuatu yang pasti tapi tidak kelihatan, maka kita harus selalu siap menyambutnya dengan sikap istiqamah Islam. Di samping itu kematian akan datang tiba-tiba tanpa pemberitahuan lebih dulu, maka dari itu kita harus waspada untuk segera beristighfar bila terjerumus dalam dosa dan selalu berebut kesempatan amal shalih.

2. Istiqamah Hati

Yang menentukan lurusnya iman seseorang adalah hatinya. Karena ia adalah "remote control" yang akan menggerakkan seluruh amal dan aktivitas. Rasulullah SAW bersabda, "Alaa inna fil jasadi mudhghah idzaa shaluhat shaluhal jasadu kulluhu wa idzal fasadat fasadal jasadu kulluhu... Alaa wahiyal qalbu... Ketahuilah bahwa di dalam tubuhmu ada segumpal daging, jika ia baik maka baik seluruh tubuh, dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh... ketahuilah bahwa ia adalah hati" (HR bukhari dan Muslim).

Untuk itu, setiap muslim mesti menjaga hatinya agar tetap bersih, bersinar dan memberikan kekuatan yang handal untuk beramal shalih. Karena hati yang bersih tidak akan puas beramal shalih sebanyak-banyaknya, sementara hati yang "buta" tidak akan puas dengan kemaksiatan yang diperbuatnya. Oleh karena itu, "hati-hati lah dengan hati anda".

3. Istiqamah Lisan

Lisan seseorang merupakan cerminan dari isi hatinya. Artinya bila hati dan iman seseorang terkondisi dengan baik, terbina dan terpelihara dalam ibadah, niscaya akan melahirkan tutur kata yang baik, dan lembut. Rasulullah SAW bersabda, "Man kaana yu'minu billahi wal yaumil aakhiri fal yaqul khairan au liyashmuth... Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata yang baik atau diam" (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam khazanah Jawa ditegaskan bahwa "ajining diri dumunung ana ing lathi...". Nilai kepribadian seseorang terletak pada lisannya. Nah untuk itu kita harus menjaga perkataan kita agar selalu manis, lembut dan menyejukkan hati. Sehingga orang merasakan manfaat dan keberadaan kita di tengah umat. Rasulullah SAW bersabda, "Khairun naasi anfa'uhum linnaasi... Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain" (HR Tirmidzi).

Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan menjadikan kita orang selalu beristiqamah dalam kebenaran, dalam iman dan Islam. Selamanya.

Taqabbalallahu minna wa minkum, taqabbal yaa kariim
.




dikutip dari:
Materi Ceramah Ramadhan dan Umum
Abu Izzuddin

Tidak ada komentar: