27 Januari 2009

Jalan Menuju Taubat

Allah SWT berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya (taubat nashuha)" (At-Tahrim: 8).

Taubat merupakan ungkapan penyesalan yang kemudian menghasilkan suatu hasrat dan tujuan. Penyesalan juga menghasilkan pengetahuan bahwa berbagai kedurhakaan akan menjadi penghalang antara diri manusia dengan kekasihnya.

Syarat-syarat Taubat

1. Penyesalan

Yakni duka dalam hati karena berpisah dengan kekasihnya. Tandanya adalah kesedihan yang mendalam dengan disertai tangisan.

2. Memeriksa kembali amal-amalnya

Orang yang bertaubat harus memeriksa kembali shalatnya yang pernah ditinggalkannya, atau mengerjakannya tetapi tanpa memenuhi syarat. Seperti bajunya terkena najis, atau niat yang tidak benar, atau karena memang dia tidak mengetahuinya. Karena itu ia harus mengqadha semua itu. Demikian juga dengan amal lain seperti puasa, haji, zakat, shadaqah, dakwah dan berbagai amal kecil maupun besar.

3. Memeriksa kedurhakaannya

Seorang yang hendak bertaubat hendaknya memeriksa kembali kedurhakaannya yang pernah dilakukannya, meneliti sebab-musabab kedurhakaan itu, sejak awal, pengaruh dan rasanya dalam hidup. Jika kedurhakaan itu antara dia dengan Allah, maka dia harus bertaubat dengan menyesali dan mohon ampun. Demikian juga harus melihat kadar dosanya tersebut. Setiap kedurhakaan harus dihapus dengan kebaikan yang setingkat, kemudian lakukanlah kebajikan itu. Allah berfirman, "Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk" (Hud: 114).

Rasulullah SAW bersabda, "...dan ikutilah perbuatan-perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan itu akan menghapuskannya..." (HR. Tirmidzi).

Sedangkan kezhaliman terhadap manusia, juga terkandung kedurhakaan terhadap Allah. Sebab Allah juga melarang kezhaliman terhadap manusia, juga terhadap dirinya sendiri. Untuk itu ia harus menyadari kezhalimannya, menyesalinya dan berhasrat untuk tidak melakukannya lagi dimasa mendatang serta melakukan kebaikan-kebaikan yang banyak.

Jika pernah menyakiti hati manusia, maka dia harus memohon ridhanya dan berbuat baik kepada mereka. Jika pernah mengambil hartanya, maka harus ditebus dengan memberikan hartanya yang halal kepadanya. Bila pernah melecehkan kehormatannya maka harus menebusnya dengan memujinya dihadapan orang banyak. Jika pernah membunuh jiwa, maka dia harus memerdekakan budak.

4. Keteguhan hati

Yakni keteguhan hati dan komitmen untuk tidak melakukan dosa-dosanya lagi pada masa mendatang atau juga dosa-dosa yang serupa. Sebagai misal, orang yang sakit karena suatu makanan, maka harus menghindari makanan tersebut dan tidak memakannya, karena akan membuatnya sakit. Jangan seperti taubat lombok, yaitu merasakan kepedasan disuatu saat, menyesal, namun kemudian makan lagi dan pedas lagi dan demikian seterusnya.

Tingkatan-tingkatan Taubat
  1. Orang yang bertaubat dan bertahan pada taubatnya hingga akhir hayatnya, menyadari tindakannya yang menyimpang, tidak punya keinginan untuk melakukan dosa lagi, kecuali dalam perkara kecil dalam kehidupan sehari-hari yang tidak mungkin dapat dihindarinya. Inilah taubat nashuha.
  2. Orang yang bertaubat dengan meniti jalan istiqamah pada induk-induk ketaatan dan kedurhakaan yang besar, namun tidak bisa melepaskan diri dari dosa yang dilakukannya. Ini karena kurangnya keteguhan hati dan masih terperangkap dalam nafsu lawwamah. Derajatnya dibawah taubat nashuha.
  3. Orang yang bertaubat dan bertahan pada jalan istiqamah untuk beberapa saat, lalu nafsunya dapat menguasainya dan menjerumuskannya pada sebagian dosa. Dia melakukan dosa tersebut dan tidak kuasa menahan nafsu. Dia rajin melakukan taat juga meninggalkan beberapa dosa yang dapat ditinggalkannya, sekalipun ada bisikan nafsu. Lalu setelah Allah memberinya taufik, dia menghentikannya, menyesal, serta bertaubat dari kesalahannya. Inilah jiwa mas'ulah, yakni mengaku dosa dan masih mencampur-adukkan kebaikan dan keburukan (At-Taubah: 102).
  4. Orang yang bertaubat dan istiqamah barang sesaat, lalu dia kembali melakukan dosa dan tenggelam di dalamnya, tanpa berhasrat untuk bertaubat dan tidak menyesali perbuatan dosanya. Ini termasuk orang yang tenggelam dalam al-amarah bis-suu'i, sekalipun dia masih takut terhadap su'ul khatimah. Jika dia mati dan tetap dalam taufik, maka dia masih bisa diharapkan untuk keluar dari neraka sekalipun setelah sekian lama.


dikutip dari:
Materi Ceramah Ramadhan dan Umum
Abu Izzuddin

Tidak ada komentar: