12 Januari 2009

Konsekuensi Iman

Allah Azza wa Jalla berfirman,

"Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja mengatakan 'kami beriman' sedang mereka tidak diuji? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka maka dengannya Allah akan mengetahui siapakah diantara mereka yang benar (imannya) dan agar Dia mengetahui orang-orang yang berdusta" (Al-Ankabut: 2-3).

Ada beberapa ujian yang sesungguhnya merupakan konsekuensi dari ikrar keimanan seseorang, yakni,
  1. Harus membenarkan semua yang datang dari Allah Ta'alaa
    Orang mukmin harus sadar dan yakin bahwa segala yang datang dari Allah adalah haq, tidak boleh didustakan sama sekali. Bila ada hal yang tampak tidak "logis" yakinilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, karena yang kita ketahui hanyalah sedikit. "Al-Qur'an haqqu min rabbikum falaa takuunanna minal mumtariin... al haq (kebenaran) datangnya dari Allah janganlah sekali-kali kamu menjadi orang yang ragu-ragu". Bukankah kita hanya diberi ilmu sedikit oleh Allah? "wamaa uutitum minal 'ilmi illa qaliilaan... dan tidak aku beri kalian sebagian ilmu melainkan hanya sedikit...".
  2. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
    Ketaatan kepada Allah dan Rasul dilandasi keyakinan bahwa Allah telah menyediakan balasan syurga bagi orang yang menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Disamping itu Allah menjanjikan padanya dengan derajat yang mulia disisi Allah, bersama para Nabi, para shadiqin, syuhada dan orang-orang yang shalih (An-Nisaa': 69-70).
    Rasulullah SAW bersabda,
    "Setiap umatku akan masuk syurga, kecuali orang yang enggan (tidak mau)" Para sahabat bertanya, "Siapa yang enggan itu?" Beliau menjawab, "Barang siapa taat kepadaku akan masuk syurga, dan barang siapa membangkang terhadapku berarti enggan" (HR. Bukhari).
  3. Menunaikan kewajiban
    Jika kalbu telah dipenuhi ruh iman, maka akan mendorong anggota tubuh untuk melakukan amal shalih dan serius menunaikan kewajiban. Mengapa? Orang mukmin menyadari bahwa amal shalih yang dilakukannya sesungguhnya bukan sekedar kewajiban tetapi lebih itu yakni sebagai kebutuhan. Karena dengan amal shalih akan menentramkan jiwanya. Sementara apabila melakukan kejahatan justru akan merisaukan hati dan menggelisahkan jiwa. Rasulullah bersabda,
    "...Kebajikan adalah sesuatu yang membuat jiwamu tenang dan tentram, sedang perbuatan dosa ialah yang bergejolak dalam jiwa dan membuat gundah serta ragu-ragu dalam dada, walaupun orang-orang berbicara dan memberi fatwa kepadamu" (HR. Ahmad, hasan).
  4. Melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan
    Iman belum dikatakan sempurna sebelum kewajiban terpenuhi dan larangan ditinggalkan. Prinsip yang mesti ditegakkan bahwa segala larangan Allah harus ditinggalkan tanpa reserve, tanpa tawar-menawar sedang perintah Allah dilaksanakan sesuai kemampuan. Shalat, bila mampu dikerjakan dengan berdiri, bila tidak kuat dengan duduk, bila tidak kuat juga dengan berbaring, bila tidak kuat juga dengan isyarat. Allah Azza wa Jalla berfirman,
    "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya" (Al-Hasyr: 7).
    Rasulullah Sallallahu 'alaihu wa sallam bersabda,
    "Maa nahaitukum 'anhu fajtanibuuhu wamaa amartukum bihi fa'tu minhu mastatha'tum... Apa-apa yang aku larang atas kalian maka tinggalkanlah dan apa-apa yang aku perintahkan kepadamu, kerjakanlah semaksimalmu" (HR. Bukhari dan Muslim).
  5. Taubat dan mohon ampun
    Jika melakukan kesalahan seorang mukmin harus sesegera mungkin untuk bertaubat. Menyesali perbuatannya, tidak mengulanginya, dan memohon ampun kepada Allah (Ali-Imran: 133).
    Dalam kehidupan Nabi SAW para sahabat apabila "merasa berbuat salah" sesegera mungkin bertaubat dihadapan Rasul, mohon untuk diampuni seperti Al-Ghamidiyah, Ma'iz bin Malik Al-Aslami, Ka'ab bin Malik.
    Allah Azza wa Jalla berfirman,
    Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang" (Az-Zumar: 53).
  6. Amar ma'ruf nahi munkar
    Amar ma'ruf nahi munkar merupakan konsekuensi iman dan karakter orang mukmin. Kita mesti menyadari bahwa orang-orang kafir senantiasa membuat konspirasi (persengkokolan) untuk menghancurkan Islam (At-Taubah: 32; Al-Baqarah: 120, 217; Al-Anfaal: 39).
    Maka setiap orang muslim harus lebih dahulu menyusun gerak secara rapi agar umat tertata dan memiliki kekuatan menghadapi konspirasi tersebut (At-Taubah: 71; Al-Anfaal: 39).
    Hubungan kekuatan iman dalam kalbu mukmin terukur pada sejauh mana kemauan dan kemampuannya dalam Amar ma'ruf nahi munkar.
    Rasulullah SAW bersabda,
    "Man raa-a minkum mukaran fal yughayyirhu biyadihi fa-inlam yas tathi' fabilisanihi fa-in lam ya'tathih fabi qalbihii wadzzlika adh'aaful iimaani... rawahu muslim"
    "Barang siapa melihat kemunkaran harus mengubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman" (HR. Muslim).


dikutip dari:
Materi Ceramah Ramadhan dan Umum
Abu Izzuddin

Tidak ada komentar: