26 Januari 2009

Mujahadah

Allah SWT berfirman, "Dan orang-orang yang berjihad di jalan Kami, sungguh benar-benar akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami..." (Al-Ankabuut: 69).

Makna mujahadah adalah apabila seorang mukmin terseret dalam kemakasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melakukan amal-amal wajib maupun sunah tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinyya melakukan amal-amal sunah lebih banyak dari sebelumnya. Seperti dengan memperbanyak tilawah Al-Qur'an, shaum sunah, shalat sunah, shadaqah dan infaq, meningkatkan pemahaman Islam dan mengamalkannya serta mendakwahkannya. Sebagai mana shalat malam Rasulullah SAW yang sampai bengkak-bengkak kaki Beliau.

Rasulullah SAW juga sangat keras dalam bermujahadah di bulan Ramadhan. Dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra ia berkata, "Apabila Rasulullah SAW memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam dengan ibadah, membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggang".

Rasulullah membiasakan puasa tiga hari dalam tiap bulan dan tidak pernah meninggalkannya, yaitu pada tanggal 13, 14, 15 bulan hijriah yang dikenal "puasa ayyamil bidh" puasa hari-hari putih.

Umar ra bila ketinggalan shalat berjama'ah maka malam harinya beliau isi dengan ibadah dan tidak tidur.

Seorang ulama terdahulu berkata, "Kalau saya merasa malas dalam beribadah, maka saya perhatikan Muhammad bin Wasi (seorang alim yang banyak beribadah) dan bagaimana kesungguhannya dalam beribadah, kemudian saya ikuti cara ibadahnya selama satu minggu."

Amir bin Qais selalu shalat seribu raka'at setiap harinya. Al-Aswad bin Yazid berpuasa sampai kelihatan pucat pasi. Masruq ketika melakukan ibadah haji tidak pernah tidur kecuali sambil sujud.

Rambu-rambu dalam mujahadah:
  1. Hendaklah amal-amal sunah tidak membuatnya lupa terhadap kewajiban yang lain. Ada ungkapan mengatakan bahwa, "Orang meninggalkan sunah karena mengerjakan yang wajib adalah diampuni, tetapi bila orang meninggalkan yang wajib karena mengejar perkara sunah maka ia lalai dan rugi".
  2. Tidak memaksakan diri dengan amal-amal sunah yang di luar kemampuannya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Hendaklah kalian beramal sesuai kemampuan kalian. Demi Allah, Allah tidak akan bosan sehingga kalian merasa bosan".
  3. Memiliki fiqih prioritas. Artinya harus menimbang antara waktu-waktu utama untuk amal-amal yang utama dan tepat, sehingga menghasilkan amal yang produktif, efektif, dan efisien. Seperti siang hari untuk bekerja, mengkaji wawasan ilmiah islamiyah, berdakwah, ziarah, menebarkan kebaikan di tengah umat, sedangkan malam hari beristirahat dan bermunajat.
Majahadah Rasulullah SAW

Rasulullah SAW tidur di awal malam dan menghidupkan akhirnya (HR. Muttafaq 'alaih). Bantal yang digunakan Rasul SAW untuk alas tidur malam terbuat dari kulit yang diisi dengan ijuk (HR. Ahmah). Aisyah ra bertanya, "Ya Rasulullah apakah engkau tidur sebelum mengerjakan shalat witir?" Rasul SAW menjawab, "Ya Aisyah, kedua mataku tidur tapi hatiku tidak akan tidur" (Muttafaqun 'alaih).

Nabi SAW senantiasa bangun ketika mendengar ayam jantan berkokok (HR. Muttafaq 'alaih).

Kemudian, Rasulullah SAW melaksanakan shalat lail (tahajjud) hingga kedua tumitnya bengkak. Ketika Aisyah ra bertanya, "Mengapa engkau lakukan hal itu? Bukankah Allah sudah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?" Rasul SAW menjawab, "Bukankah sepantasnya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?" (HR. Muttafaq 'alaih).

Apabila memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam (dengan ibadah), membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggang.

Rabi'ah binti Ka'ab berkata, "Suatu malam saya bersama Rasul SAW lalu aku mengambil air wudhu dan kebutuhan-kebutuhannya." Kemudian Beliau bersabda, "Mintalah kepadaku" saya katakan, "Saya memohon agar bisa menyertai Anda di jannah" Nabi SAW berkata, "Tidakkah engkau minta yang lainnya?" saya katakan, "Itulah permintaan saya" Nabi SAW bersabda, "Kalau begitu tolonglah saya (untuk menyelamatkan dirimu) dengan memperbanyak sujud (shalat)" (HR. Muslim).

Itulah profil manusia utama di dalam menapaki kesyukuran dalam berqarrub kepada Allah.

Demikian juga pada generasi salafush shalih yang menyertai Beliau sehingga layak digelari julukan generasi qur'ani.

Ali bin Abi Thalib ra berkata, "Siapa yang telah mencetuskan dirinya untuk menjadi ikutan dan panutan masyarakat, hendaklah ia memulai mendidik dirinya terlebih dulu sebelum mendidik orang lain. Kalau membina, hendaklah terlebih dulu dengan teladan sebelum ucapan. Membina diri lebih perlu dari pada membina orang lain".

Uwais Al-Qarni adalah seorang tabi'in. Diceritakan dari Asbagh bin Zaid berkata, "Jika sore hari telah tiba Uwais berkata, 'Ini saat untuk rukuk, lalu dia melakukan shalat hingga fajar. Setelah pagi tiba ia suka bersedekah. Dengan ada di rumahnya jiwanya merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakatnya. Dia suka berdoa, "Ya Allah, jika hari ini ada yang mati karena lapar dan telanjang, janganlah salahkan aku."

Dari Asad bin Wada'ah dari Syaddad Al-Anshari berkata, bahwa Syaddad bin Aus setelah masuk tempat tidurnya tidak segera tidur. Sambil berbaring ia berdoa, "Ya Allah, api telah menghilangkan kantukku." Kemudian dia bangun lagi dan terus shalat hingga fajar.

Malik bin Dinar ra pergi haji. Lalu ia bercerita, "Aku berdiri di bukit Arafah, sedang para hujjaj ramai-ramai menggemakan talbiyah dan doa. Saat itu ada seorang laki-laki diam saja. Kutegur ia, "Mengapa kau diam saja...?" "Aku tidak bisa membacanya...!" jawabnya.

Malik bin Dinar selanjutnya bertutur, "Aku perhatikan keadaannya sampai waktu maghrib, dan barulah ia membaca doa, sambil mengangkat kepalanya, "Ilahi...! Badan penuh cacat! Lisanpun penuh cacat, lebih-lebih hatiku...! Dan inilah aku datang ke hadiratMu! Labbaik Allahumma Labbaik! Laa syarikalaka labbaik...! Tiba-tiba kudengar suara ghaib menyahut, "Labbaik...! Aku datang wahai hamba-Ku. Ini dia dihadapanmu...!"



dikutip dari:
Materi Ceramah Ramadhan dan Umum
Abu Izzuddin

Tidak ada komentar: